Foto-Foto

Foto-Foto
Kebudayaan Kerajaan Tiworo

Senin, 12 September 2011

INFORMASI MENGENAI MASA LAMPAU TIWORO DALAM KOLEKSI KONINKLIJK INSTITUUT VDR TAAL, LAND-EN VOLKENKUNDE (KITLV) DI LEIDEN NEGERI BELANDA Oleh Dr. Laniampe,


INFORMASI MENGENAI MASA LAMPAU TIWORO
DALAM KOLEKSI KONINKLIJK INSTITUUT VDR TAAL,
LAND-EN VOLKENKUNDE (KITLV) DI LEIDEN
NEGERI BELANDA
Oleh
Dr. Laniampe,

1.      Pendahuluan
Kominklijkk Instutuut Vor Taal, land-en volkenkunde (KITLV) adalah salasatu lembaga yang mengoleksi berbagai arsip yang beraspek masa lampau (kebudayaan, kesastraan, sejarah dan antropologi) yang berasal dari berbagai bangsa di dunia, khususnya bangsa – bangsa di asia tenggara (NUSANTARA) . Lembaga ini berkedudukan di lainden negeri Belanda. Pada tahun 2004 yang lalu, saya meneliti di lembaga ini (srlain meneliti di universiteitbibiliotheek, arsip kementrian jajahan di denhaag dan perpustakaan Amsterdam) yaitu dalam rangka penulisan desertasi doctor saya bidang filologi yang berjudul Kajian Tasawuf Alam Kitab Undang-Undang Kerajaan Buton” kesempatan yang baik itu saya menggunakannya unuk menelusuri berbagai dokumen yang memuat informasi tentang sejarah dan kebudayaan beberapa kerajaan tradisional di Sulawesi tenggara terutama Wolio, Toworo, Muna, Kulisusu , dan Kaledupa. Hasil penelitian yang menunjukan bahwa dokumen-dokumen yang memuat informasi sejarah dan kebudayaan masalampau kelima kerajaan tersebut sebagian besar telah tergabung dalam entridokumen kerajaan Buton yang di tandai dengan Kode SBF_( Sultan Buton of Film ).

2.      Tentang Tiworo
Tiworo dalam bahasa belanda dikenal dengan istilah Tijoro (lihat ligtvoet dalam beschrijving en geschiedenis van bocten, 1878).
Pada masa lampau ( ketika laki laponto atau Murhum menjadi raja Buton) merupakan sala satu kerajaan fasal Buton Bersama dengan Wolio, Tiworo, Muna, Kulisusu, dan Kaledupa. Kerajaan Wolio disebut pemerintahan pusat Sedangkan Kerajaan Tiworo, Muna, Kulisusu, dan Kaledupa disebut wilayah barata atau wilayah pemerintahan otonomi; itulah yang bernama kerajaan Buton. Campurtangan secara langsung pemerintahan pusat di Wolio kepada empat pemerintahan kerajaan otonom ( Tiworo, Muna, Kulisusu, dan Kaledupa ) dibatasi pada dua bidang utama yaitu masalah pertahanan dan keamanan wilayah dan masalah pengiriman utusan keluar wilayah Kerajaan Buton.
Beberapa dokumen yang tersimpan di koleksi KITLV Leiden diantaranya terdapat dalam Kode SBF. 168 R.2.15, SBF.323 R.4.25, SBF. 179 R.3.26, SBF.33 R.1.33, SBF 161 R. 3.8, dan SBF. 3.29. Kiranya sangat penting untuk dijadikan sebagai sumber data penulisan sejarah  Kerajaan Buton pada umumnyadan sejara Kerajaan Tiworo khususnya. Salasatu contoh adalah dokumen yang terdapat dalam kode SBF. 168 R.2.15. Dokumen ini berjudul sarana barata ditulis pada tahun 1257 H atau tahun 1840 M; menggunakan bahasa Wolio dan aksara Arab-Wolio, pada akhir tes diinformasikan bahwa teks naskah atau dokumen merupakan hasil kesepakatan 5 Orang Raja masing-masing ; Raja Wolio(Sultan) bernama Muh. Idrus Kaimuddin, Raja Muna bernama La Ode Sumaili, Raja Tiworo bernama La Ode Muhammad, Raja Kulisusu bernama La Ode Maja, dan Raja Kaledupa bernama La Ode Adam.
Teks Naskah memuat beberapa informasi penting diantaranya;
1)   Pihak Kerajaan Tiworo bersama-sama dengan pihak Kerajaan Wuna, Kulisusu dan Kaledupa membantu kerajaan Wolio dalam melawan musuh-musuhnya.
2)   Wilayah pertahanan kerajaan Tiworo sampai Wawoni, Kerajaan Wuna sampai Sagori, Kerajaan Kulisusu sampai Murumako, dan Kerajaan Kaledupa sampai Batu Atas.
3)   Pemerintahan Kerajaan Tiworo, Wuna, Kulisusu, dan Kaledupa dapat member pertolongan kepada sahabat kerajaan Wolio ( Kumkeni, Bone, dan Ternate ) apabila mendapat musibah.
4)   Utusan kerajaan Tiworo, Wuna, Kulisusu dan Kaledupa yang akan berangkat kebelanda, Bone dan Ternate wajib menggunakan Stempel atau Cap dari pemerintah pusat Wolio.
5)   Kekuasaan dari segi Hukum yang dimiliki oleh kerajaan Wolio (Sultan) adalah sama dengan kekuasaan Kerajaan Tiworo, Wuna, Kulisusu, dan Kaledupa yaitu ;
a)      Kuasa Menyalahkan
b)      Kuasa Merampas
c)      Kuasa Mengusir
d)     Kuasa Membunuh
6)   Kelima Raja ( Wolio, Wuna, Tiworo, Kulisusu, dan Kaledupa )  wajib saling menakuti, saling mengasihi, saling memelihara dan saling menghormati.
Dokumen Tiworo yang tersimpan di KITLV dalam kode SBF.308 R.410, SBF.214 R.361, SBF.291 R.3.19, SBF.19 R.1.19, SBF.151 R.2.102, SBF.20 R.120, SBF.207 R.3.54, SBF.175 R.3.22, dan SBF. 184 R.3.31 menginformasikan bahwa raja-raja Tiworo memiliki Hubungan silsila dengan Raja-raja Muna, Wolio, Konawe, Melayu, Gowa dan Kulisusu.
La Tiworo (Raja Tiworo I) gelar benteno Neparia adalah bersaudara kandung dengan La Eli (Raja Muna I) gelar benteno ne Tombula. Mereka adalah anak dari hasil perkawinan Si Batara dari Majapahit dengan Wa Bokeo (dari Muna). La Tiworo mengawini Wa Sitao (Putri Raja Konawe, yaitu hasil perkawinan Elu La Nggai dan Wealanda), dikaruniai seorang anak perempuan bernama Wa Randea. Wa Randea dikawini Ki Jula dan dikaruniai sala seorang putri bernama Wa Tubapala . Kijula adalah Putra Batara Guru (Raja Buton III) . Bataraguru adalah putra La Baluwu hasil perkawinannya dengan Bula Wambona(Raja Buton II). La Baluwu adalah Putra Sangariwuna(Mentri Banluwu I) yaitu hasil perkawinannya dengan  Wa Gunu(dari Kamaru). Bula Wambona adalah putrid Si Batara yaitu hasil perkawinannya dengan  Wa Kaakaa(Raja Buton I) dari Majapahit yaitu putra Raja Manyuba . Jadi Bula Wambona (Raja Buton II) adalah bersaudara Tiri dengan La Eli (Raja Muna I) dan La Tiworo (Raja Tiworo I) . Labaluwu adalah Putra Betoambari(Mentri peropa I) hasil perkawinannya dengan Sagaranga(Putri Raja Kamuru) . Betoambari adalah Putra Si Panjonga ( Raja Lia ditanah Melayu yang berimigrasi ke tanah Buton) hasil perkawinannya dengan Si Buana( Adik Si Malui yang Juga Dari Tanah Melayu). Watumbapala dikaruniai anak Sugi Manuru ( Raja Muna IV) melahirkan 2 orang Putra yaitu Lakilaponto(Raja Muna V dan Sultan Buton I) dan La Pasasu (Raja Muna VI) . Lakilaponto Mengawini Wa Sameka ( Putri ngaji Raja Tuamaruju) - Batara Guru – Labaluwu – Sangariwuna  - Betoambari - Si Panjonga  ) melahirkan sala seorang putri bernama Paramasuni – La Elangi( Sultan Buton IV) – La Ode-Ode ( Raja Kulisusu) .


Ayat Kursi


Allahu la ilaha illahu wa hayyu qayyoomu la ta/khuthuhusinatun wala nawmun lahu ma fi ssamawatiwama fi al-ardi man thsa lladzi yashfa-u indahu illa bi-ithznihi ya lamu ma baina aidihim wama khalfahum wala yuhituna bishay-in min ilmihi illa bima shaawasi a-kursiyyuhu ssamawati waal-arda wala yauduhu hif dhuhuma wahuwa al aliyyu al athimu
Artinya :
Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal. Lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at. Di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka. Dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah. Melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi [161] Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.

Minggu, 31 Juli 2011

NDANG-UNDANG MURTABAT TUJUH DAN SIFAT DUA PULUH ( ISRARUL UMRAI FIY ADATIL WUZRAI ) KESULTANAN BUTHUUNI


UUD MARTABAT 7 BAGIAN I

NDANG-UNDANG MURTABAT TUJUH DAN SIFAT DUA PULUH
(  ISRARUL UMRAI FIY ADATIL WUZRAI ) KESULTANAN BUTHUUNI

BAB I
                                            KATA PEMBUKAAN
Man-arafaa nafsahu faqad arfa rabbahu artinya barang siapa yang mengenal keadaan dirinya yang sejati (kefanaan), tentunya ia akan mengenal keadaan Tuhan-Nya yang kekal (baqa).


Binci-Binci Kuli
Pasal 1
 Pokok adat berdasarkan perasaan perikemanusiaan dalam bahasa adat disebut  “Binci Binciki Kuli” yang berarti mencubit kulit sendiri apa bila sakit tentu akan sakit pula bagi orang lain. Dasar inilah yang kemudian melahirkan cita hukum Binci-binciki kuli. Untuk menjamin dasar falsafah tersebut, maka dalam hubungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimanifestasikan kedalam empat pemahaman dasar yaitu:
1.       Pomae-maeka artinya saling takut melanggar rasa kemanusiaan antara sesama anggota masyarakat.
2.       Pomaa-maasiaka artinya saling menyayangi antara sesama anggota masyarakat.
3.       Popia-piara artinya saling memelihara antara sesama anggota masyarakat. dan
4.       Poangka-angkataka artinya saling mengangkat derajat antara sesama anggota masyarakat, terutama yang telah berjasa kepada negara.

Falsafah Kesultanan Buton
Pasal 1 A
 Untuk mewujudkan keempat rasa kemanusiaan dalam Binci-Binciki Kuli tersebut, maka perlu adanya urutan kebutuhan atau kepentingan dalam membangun hubungan antar rakyat/warga negara dengan negara yang dapat terlihat dalam falsafah negara kesultanan Buton. falsafah kesultanan Buton terdiri atas lima sila yaitu, Arata, Karo, Lipu, Syara dan Agama. Dalam memahami kelima sila falsafah tersebut, para pemuka adat atau pembesar kesultanan merangkai kelima sila tersebut dalam satu kesatuan yang merupakan urutan kebutuhan atau kepentingan negara dan warga negara. Falsafah tersebut merupakan perwujudan cita-cita bersama dalam membangun rasa pengorbanan dan pengabdian warga negara terhadap negara. Adapun uraian pemahaman falsafah tersebut adalah sebagai berikut:
1.       Ainda – indamo aarata somanamo karo
2.       Ainda – indamo karo somanamo lipu
3.       Ainda – indamo lipu somanamo syara
4.       Ainda – indamo syara somanamo agama
 
Empat Perkara Yang Bertentangan dengan Falsafah Binci-Binciki Kuli
Pasal 2
Pasal ini menyatakan segala hal yang dapat membinasakan pasal pertama sebagai pokok adat atau falsafah negara, yang terdiri atas 4 perkara:
1.       Sabaragau (merampas hak orang lain dengan menghalalkan segala cara), hak bersama dimiliki dan dikuasai oleh seseorang.
2.       Lempagi (melanggar, berhianat atau melangkahi ha-hak orang lain)
3.       Pulu Mosala Tee Mingku Mosala, Pulu Mosala artinya mengeluarkan perkataan yang bersifat menyalahi aturan atau menghina orang lain di muka umum. Sedangkan Mingku Mosala yaitu gerak gerik yang menunjukkan ketinggian hati atau keangkuhan, sehingga berpakaian yang tidak selaras dengan kedudukannya, gila pangkat, gila harta dan mabuk ketinggian derajat sehingga melakukan kejahatan maupun pelanggaran.
4.       Pebula maksudnya:
  1. Melakukan perzinaan dalam kampung
  2. Penipuan dan pemerasan terhadap rakyat dengan maksud untuk kepentingan atau keuntungan pribadi.
  3. Penyalahgunaan Pangkat dan Jabatan
  4. Menggelapkan uang negara (korupsi)

BAB II
PEJABAT DAN PEGAWAI KESULTANAN
Sifat-Sifat Pejabat/Pegawai Kesultanan
Pasal 3
Pasal ini menyatakan sifat-sifat yang diwajibkan atas tiap-tiap pemimpin. Sebagai seorang pemimpin diwajibkan bersikap atas atas 4 (empat) perkara yaitu:
1.       Siddiq artinya benar dan jujur dalam segala hal serta rela berkorban demi tegaknya keadilan dan kebenaran.
2.       Tabliq artinya mampu menyampaikan segala perkataan yang mendatangkan manfaat kepada rakyat, sejalan antara kata dan perbuatan.
3.       Amanat, mempunyai rasa kepercayan terhadap rakyat dan sebaliknya dipercaya oleh rakyat.
4.       Fathani artinya, pandai dan fasih berbicara
 
Pegangan Pejabat/Pegawai Kesultanan
Pasal 3A
Sifat-sifat tersebut diatas disebut “amanat kerasulan”. Selain syarat-syarat tersebut, maka para pegawai kesultanan juga memiliki pegangan dan pengetahuan yang wajib di amaliahkan diantaranya:[1]
1.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat hiyaat (hidup)
2.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat ilmu (berpengetahuan)
3.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat  kodrat (kuasa)
4.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat iradat (kemauan)
5.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat samaa (mendengar)
6.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat basar (melihat)
7.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat kalam (berkata)
 
Susunan Pejabat/Pembesar Dan Pegawai Kesultanan
Pasal 3 B
Adapun susunan pejabat atau pembesar pemerintahah Kesultanan Buthuuni,  secara garis besar adalah sebagai berikut :
1.       Pejabat/Pembesar Syara Ogena 
a.    Sultan
b.    Sapati
c.    Kenepulu
d.    Kapitaraja/ Kapitalau
e.    Lakina Sorawolio
2.       Majelis Syara (memiliki fungsi pengawasan)
a.    Bonto Ogena
b.    Bonto Sio limbona
c.    Bonto Inunca (staf istana)
d.    Bonto Lencina Kanjawari
e.    Bonto dan Bobato
4.       Staf khusus kesultanan
a.    Sabandara
b.    Juru Bahasa
c.    Talombo
d.    Gampikaro
e.    Panggalasa
f.      Wantina Gampikaro
g.    Kenipu
h.    Belobaruga
i.      Tamburu Limanguna 
j.      Kompanyia Isyara
k.    Tamburu Pataanguna
l.      Matana Sorumba
3.       Pegawai Syara Kidina/Agama
a.    Lakina Agama   
b.    Imamu               
c.    Khatibi              
d.    Moji
e.    Mokimu             
f.      Bisa Patamiana
BAB III
STRUKTUR PEMERINTAHAN SARA OGENA/LIPU/WOLIO 
Syara Ogena atau Syara Wolio adalah struktur pemerintahan pusat Kesultanan (Wolio). Struktur ini diambil dari tamsil atau teladan murtabat tujuh dan sifat dua puluh. Tujuh tingkatan dalam ajaran murtabat tujuh, dijadikan tamsil atau teladan dalam penyususnan hierarki struktur pemerintahan kesultanan Buton. Tamsil struktur pemerintahan Sara Ogena atau Sara Wolio  tersebut diambil atas teladan martabat ketuhanan (Nurullah, Nur Muhammad, dan Nur Adam) serta tamsil atas penjabaran martabat kehambaan/kemanusiaan melalui pemahaman atas proses kejadian manusia (Nutfah, Alqah, Mudgah, Manusia). Kedua murtabat tersebutlah yang dijadikan tamsil atu teladan dalam menyusun struktur pemerintahan Sara Ogena/Wolio (tingkatan atau pangkat-pangkat pembesar kesultanan). Adapun makna kiasan yang diambil dari tamsil/ teladan murtabat tujuh tersebut adalah sebagai berikut: 
1. Martabat Ketuhanan
a.       Murtabat Ahdat                     : ditamsilkan pada Tanailandu.
b.      Murtabat Wahdah                 : ditamsilkan pada Tapi-tapi.
c.       Murtabat Wahidiyah                            : ditamsilkan pada Kumbewaha.
2. Martabat Kehambaan
a.       Murtabat Alam Arwah/ Nutfah            : ditamsilkan pada Sultan.
b.      Murtabat Alam Misal/ Alaqah            : ditamsilkan pada Sapati.
c.       Murtabat Alam Ajsam/Mudgah          : ditamsilkan pada Kenepulu.
d.      Murtabat Alam Insan /manusia             : ditamsilkan pada Kapitalao.

Sultan bertindak sebagai kepala negara dan dalam menjalankan pemerintahanya dibantu oleh Sapati, Kenepulu, Kapitalau, Bonto Ogena, Lakina Sorawolio dan Lakina Baadia. Adapun kedukan dan tugas dari pangkat-pangkat kekuasaan syara ogena dapat diuraikan sebagai berikut:
Bersambung