Foto-Foto

Foto-Foto
Kebudayaan Kerajaan Tiworo

Minggu, 31 Juli 2011

NDANG-UNDANG MURTABAT TUJUH DAN SIFAT DUA PULUH ( ISRARUL UMRAI FIY ADATIL WUZRAI ) KESULTANAN BUTHUUNI


UUD MARTABAT 7 BAGIAN I

NDANG-UNDANG MURTABAT TUJUH DAN SIFAT DUA PULUH
(  ISRARUL UMRAI FIY ADATIL WUZRAI ) KESULTANAN BUTHUUNI

BAB I
                                            KATA PEMBUKAAN
Man-arafaa nafsahu faqad arfa rabbahu artinya barang siapa yang mengenal keadaan dirinya yang sejati (kefanaan), tentunya ia akan mengenal keadaan Tuhan-Nya yang kekal (baqa).


Binci-Binci Kuli
Pasal 1
 Pokok adat berdasarkan perasaan perikemanusiaan dalam bahasa adat disebut  “Binci Binciki Kuli” yang berarti mencubit kulit sendiri apa bila sakit tentu akan sakit pula bagi orang lain. Dasar inilah yang kemudian melahirkan cita hukum Binci-binciki kuli. Untuk menjamin dasar falsafah tersebut, maka dalam hubungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimanifestasikan kedalam empat pemahaman dasar yaitu:
1.       Pomae-maeka artinya saling takut melanggar rasa kemanusiaan antara sesama anggota masyarakat.
2.       Pomaa-maasiaka artinya saling menyayangi antara sesama anggota masyarakat.
3.       Popia-piara artinya saling memelihara antara sesama anggota masyarakat. dan
4.       Poangka-angkataka artinya saling mengangkat derajat antara sesama anggota masyarakat, terutama yang telah berjasa kepada negara.

Falsafah Kesultanan Buton
Pasal 1 A
 Untuk mewujudkan keempat rasa kemanusiaan dalam Binci-Binciki Kuli tersebut, maka perlu adanya urutan kebutuhan atau kepentingan dalam membangun hubungan antar rakyat/warga negara dengan negara yang dapat terlihat dalam falsafah negara kesultanan Buton. falsafah kesultanan Buton terdiri atas lima sila yaitu, Arata, Karo, Lipu, Syara dan Agama. Dalam memahami kelima sila falsafah tersebut, para pemuka adat atau pembesar kesultanan merangkai kelima sila tersebut dalam satu kesatuan yang merupakan urutan kebutuhan atau kepentingan negara dan warga negara. Falsafah tersebut merupakan perwujudan cita-cita bersama dalam membangun rasa pengorbanan dan pengabdian warga negara terhadap negara. Adapun uraian pemahaman falsafah tersebut adalah sebagai berikut:
1.       Ainda – indamo aarata somanamo karo
2.       Ainda – indamo karo somanamo lipu
3.       Ainda – indamo lipu somanamo syara
4.       Ainda – indamo syara somanamo agama
 
Empat Perkara Yang Bertentangan dengan Falsafah Binci-Binciki Kuli
Pasal 2
Pasal ini menyatakan segala hal yang dapat membinasakan pasal pertama sebagai pokok adat atau falsafah negara, yang terdiri atas 4 perkara:
1.       Sabaragau (merampas hak orang lain dengan menghalalkan segala cara), hak bersama dimiliki dan dikuasai oleh seseorang.
2.       Lempagi (melanggar, berhianat atau melangkahi ha-hak orang lain)
3.       Pulu Mosala Tee Mingku Mosala, Pulu Mosala artinya mengeluarkan perkataan yang bersifat menyalahi aturan atau menghina orang lain di muka umum. Sedangkan Mingku Mosala yaitu gerak gerik yang menunjukkan ketinggian hati atau keangkuhan, sehingga berpakaian yang tidak selaras dengan kedudukannya, gila pangkat, gila harta dan mabuk ketinggian derajat sehingga melakukan kejahatan maupun pelanggaran.
4.       Pebula maksudnya:
  1. Melakukan perzinaan dalam kampung
  2. Penipuan dan pemerasan terhadap rakyat dengan maksud untuk kepentingan atau keuntungan pribadi.
  3. Penyalahgunaan Pangkat dan Jabatan
  4. Menggelapkan uang negara (korupsi)

BAB II
PEJABAT DAN PEGAWAI KESULTANAN
Sifat-Sifat Pejabat/Pegawai Kesultanan
Pasal 3
Pasal ini menyatakan sifat-sifat yang diwajibkan atas tiap-tiap pemimpin. Sebagai seorang pemimpin diwajibkan bersikap atas atas 4 (empat) perkara yaitu:
1.       Siddiq artinya benar dan jujur dalam segala hal serta rela berkorban demi tegaknya keadilan dan kebenaran.
2.       Tabliq artinya mampu menyampaikan segala perkataan yang mendatangkan manfaat kepada rakyat, sejalan antara kata dan perbuatan.
3.       Amanat, mempunyai rasa kepercayan terhadap rakyat dan sebaliknya dipercaya oleh rakyat.
4.       Fathani artinya, pandai dan fasih berbicara
 
Pegangan Pejabat/Pegawai Kesultanan
Pasal 3A
Sifat-sifat tersebut diatas disebut “amanat kerasulan”. Selain syarat-syarat tersebut, maka para pegawai kesultanan juga memiliki pegangan dan pengetahuan yang wajib di amaliahkan diantaranya:[1]
1.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat hiyaat (hidup)
2.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat ilmu (berpengetahuan)
3.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat  kodrat (kuasa)
4.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat iradat (kemauan)
5.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat samaa (mendengar)
6.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat basar (melihat)
7.       Pejabat/pegawai kerajaan harus bersifat kalam (berkata)
 
Susunan Pejabat/Pembesar Dan Pegawai Kesultanan
Pasal 3 B
Adapun susunan pejabat atau pembesar pemerintahah Kesultanan Buthuuni,  secara garis besar adalah sebagai berikut :
1.       Pejabat/Pembesar Syara Ogena 
a.    Sultan
b.    Sapati
c.    Kenepulu
d.    Kapitaraja/ Kapitalau
e.    Lakina Sorawolio
2.       Majelis Syara (memiliki fungsi pengawasan)
a.    Bonto Ogena
b.    Bonto Sio limbona
c.    Bonto Inunca (staf istana)
d.    Bonto Lencina Kanjawari
e.    Bonto dan Bobato
4.       Staf khusus kesultanan
a.    Sabandara
b.    Juru Bahasa
c.    Talombo
d.    Gampikaro
e.    Panggalasa
f.      Wantina Gampikaro
g.    Kenipu
h.    Belobaruga
i.      Tamburu Limanguna 
j.      Kompanyia Isyara
k.    Tamburu Pataanguna
l.      Matana Sorumba
3.       Pegawai Syara Kidina/Agama
a.    Lakina Agama   
b.    Imamu               
c.    Khatibi              
d.    Moji
e.    Mokimu             
f.      Bisa Patamiana
BAB III
STRUKTUR PEMERINTAHAN SARA OGENA/LIPU/WOLIO 
Syara Ogena atau Syara Wolio adalah struktur pemerintahan pusat Kesultanan (Wolio). Struktur ini diambil dari tamsil atau teladan murtabat tujuh dan sifat dua puluh. Tujuh tingkatan dalam ajaran murtabat tujuh, dijadikan tamsil atau teladan dalam penyususnan hierarki struktur pemerintahan kesultanan Buton. Tamsil struktur pemerintahan Sara Ogena atau Sara Wolio  tersebut diambil atas teladan martabat ketuhanan (Nurullah, Nur Muhammad, dan Nur Adam) serta tamsil atas penjabaran martabat kehambaan/kemanusiaan melalui pemahaman atas proses kejadian manusia (Nutfah, Alqah, Mudgah, Manusia). Kedua murtabat tersebutlah yang dijadikan tamsil atu teladan dalam menyusun struktur pemerintahan Sara Ogena/Wolio (tingkatan atau pangkat-pangkat pembesar kesultanan). Adapun makna kiasan yang diambil dari tamsil/ teladan murtabat tujuh tersebut adalah sebagai berikut: 
1. Martabat Ketuhanan
a.       Murtabat Ahdat                     : ditamsilkan pada Tanailandu.
b.      Murtabat Wahdah                 : ditamsilkan pada Tapi-tapi.
c.       Murtabat Wahidiyah                            : ditamsilkan pada Kumbewaha.
2. Martabat Kehambaan
a.       Murtabat Alam Arwah/ Nutfah            : ditamsilkan pada Sultan.
b.      Murtabat Alam Misal/ Alaqah            : ditamsilkan pada Sapati.
c.       Murtabat Alam Ajsam/Mudgah          : ditamsilkan pada Kenepulu.
d.      Murtabat Alam Insan /manusia             : ditamsilkan pada Kapitalao.

Sultan bertindak sebagai kepala negara dan dalam menjalankan pemerintahanya dibantu oleh Sapati, Kenepulu, Kapitalau, Bonto Ogena, Lakina Sorawolio dan Lakina Baadia. Adapun kedukan dan tugas dari pangkat-pangkat kekuasaan syara ogena dapat diuraikan sebagai berikut:
Bersambung